Preanger Stelsel: Pengertian, Tujuan, dan Akibatnya

Diposting pada

Preanger Stelsel adalah salah satu kebijakan Belanda yang bertujuan untuk mengeruk keuntungan dari daerah jajahannya di Hindia Belanda. Kebijakan ini dilaksanakan di daerah Periangan dan berfokus pada budidaya komoditas kopi.

Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan awal Belanda yang menjadi cikal bakal dari kebijakan tanam paksa, atau cultuurstelsel yang eksploitatif dan destruktif.

Apa itu Preanger Stelsel

Seperti yang sudah disebutkan diatas, preanger stelsel atau sistem preanger adalah sebuah kebijakan yang memandatkan masyarakat Paharyangan (priangan/preanger) untuk menanam tanaman kopi.

Disini, masyarakat setempat dipaksa untuk menanam tanaman kopi dan menyetorkannya ke Belanda lewat bangsawan-bangsawan deaerah. Kopi ini kemudian akan diperdagangkan di seantero Eropa oleh Belanda.

Belanda tidak secara langsung memaksa para penduduk desa untuk menanam dan menyetorkan kopi. Tetapi, mereka memanfaatkan bangsawan-bangsawan lokal yang tinggal di daerah Paharyangan.

Bangsawan-bangsawan tersebut kemudian akan menyuruh penduduk-penduduk yang tinggal di daerah kekuasaannya untuk menanam dan menyetor kopi kepada perwakilan Belanda. Setoran kopi ini dianggap sebagai pengganti dari pajak tanah dan pajak lainnya dari para bangsawan.

 

Latar Belakang Sistem Preanger Stelsel

Latar Belakang kebijakan Preanger Stelsel
Ilustrasi Pabrik Pengolahan Kopi di Jawa (Tropenmuseum.nl)

Sejarah kopi di Indonesia berawal ketika seorang Jendral Belanda membawa bijih kopi dari daerah Malabar, di pesisir India. Van Hoorn, gubernur jendral VoC saat itu menanam bijih kopi ini di daerah sekitar Batavia, yang sekarang kita kenal sebagai Pondok Kopi.

Kemudian, bijih ini tersebar di seantero pulau Jawa, terutama di daerah Pantai Utara (PANTURA). Namun, tidak banyak daerah yang sukses membudidayakan kopi ini.

Salah satu daerah yang cukup sukses membudidayakan kopi ini adalah daerah Parahyangan atau dalam bahasa Belanda dikenal sebagai Preanger. Daerah ini mencakup Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Subang, Garut, Purwarkata, dan Sumedang.

Diduga, hal ini disebabkan oleh kondisi iklim di daerah Parahyangan yang relatif dingin dan tanah yang relatif subur karena gunung api purba yang ada di Tangkuban Perahu.

Kebijakan Preanger Stelsel diresmikan oleh VoC pada abad ke 18, lebih tepatnya sekitar tahun 1720an. Kebijakan ini kemungkinan besar diambil pada masa kepemimpinan gubernur jendral Hendrik Zwardecroon.

 

Tujuan Preanger Stelsel

Secara umum, preanger stelsel merupakan salah satu upaya dari pemerintah Belanda untuk meningkatkan penghasilan dari daerah kolonialnya.

Kita sudah mengetahui bahwa setidaknya terdapat 3 tujuan utama sebuah negara melakukan kolonialisme, yaitu gold, glory dan gospel. Preanger stelsel merupakan salah satu kebijakan Belanda yang diharapkan dapat memenuhi tujuan pertama yaitu gold atau akumulasi kekayaan.

Keuntungan ini didapatkan dari perdagangan komoditas kopi di Eropa oleh para pedagang Belanda. Perlu kita ketahui bahwa kopi saat itu merupakan salah satu komoditas paling dicari di Eropa dan memiliki harga jual yang sangat tinggi.

 

Aturan Preanger Stelsel

Aturan-aturan dalam Preanger Stelsel

Seperti yang sudah disebutkan diatas, sistem preanger stelsel mencoba untuk mendorong masyarakat agar mereka mau menanam kopi. Kopi ini nantinya akan disetor ke pihak Belanda oleh para bangsawan dan tuan tanah lokal di masing-masing daerah Parahyangan.

Dalam keberjalanannya, terdapat beberapa peraturan yang berlaku dalam sistem Preanger Stelsel. Peraturan tersebut antara lain adalah

  • Bangsawan dan tuan tanah di daerah Parahyangan wajib menyetor bijih kopi dalam jumlah tertentu kepada pemerintahan Belanda
  • Daerah yang diwajibkan menyetor kopi akan dibebaskan dari pajak daerah dan pajak-pajak lainnya
  • Tuan tanah dan bangsawan dibebaskan untuk menetapkan pajak ataupun peraturan lainnya kepada penduduk yang tinggal di daerah kekuasaan mereka

Kita dapat menarik kesimpulan bahwa aturan-aturan ini melimpahkan kekuasaan dan juga kewajiban kepada para bangsawan dan tuan tanah. Para bangsawan ini kemudian melimpahkan beban-nya lagi kepada masyarakat setempat dengan memaksa mereka menanam kopi dan menjualnya ke Belanda.

Penyimpangan Aturan dalam Preanger Stelsel

Namun, seiring dengan berkembangnya keuntungan yang didapatkan dari perdagangan kopi, Belanda menjadi semakin ketat dalam meregulasi sistem penanaman kopi preanger ini. Bahkan, Belanda kerap melakukan kecurangan-kecurangan usaha demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Salah satu penyimpangan dan kecurangan yang paling merugikan para petani adalah penetapan 2 jenis pikul kopi. Pikul sendiri adalah satuan berat kopi yang digunakan oleh Belanda.

Pikul yang harus diserahkan oleh para petani disebut sebagai pikul gunung, sedangkan Belanda hanya membayar sesuai dengan standar pikul Batavia. Padahal, jika dikonversi kedalam kilogram, beban pikul gunung dua kali lipat dari pikul Batavia.

Dalih pihak Belanda adalah karena kopi harus dikeringkan terlebih dahulu di gudang-gudang pelabuhan Batavia. Oleh karena itu, ukurang bebannya pun berbeda. Namun, reaksi dan kebijakan ini justru memicu amarah para petani yang merasa dicurangi oleh Belanda.

 

Akibat Preanger Stelsel

Akibat dari Preanger Stelsel

Secara umum, kebijakan Preanger Stelsel di daerah Periangan memberikan dampak ekonomi dan sosial kepada Belanda serta Indonesia yang cukup tinggi. Dampak tersebut antara lain adalah

Selain akibat-akibat yang sudah disebutkan diatas, kebijakan preanger stelsel juga berhasil mendorong Belanda menjadi salah satu negara yang memonopoli perdagangan kopi Eropa.

Karena, selain Hindia Belanda, pusat produksi kopi dunia adalah di India dan pesisir Afrika serta jazirah Arab. Daerah yang sepenuhnya dikuasai oleh sebuah negara kolonial hanyalah India dan Hindia Belanda.

 

Perbedaan Preanger Stelsel dan Cultuurstelsel

Secara umum, terdapat 2 perbedaan mendasar dari kebijakan preanger stelsel dan cultuurstelsel atau tanam paksa yang diterapkan 110 tahun setelahnya. Perbedaan tersebut terletak pada sistem yang diterapkan serta pelibatan para bangsawan.

Sistem yang diterapkan antara preanger stelsel sedikit berbeda dengan cultuurstelsel. Pada preanger stelsel, komoditas yang dibudidayakan hanyalah kopi. Sedangkan, pada cultuurstelsel, komoditas yang dibudidayakan adalah semua jenis komoditas ekspor yang bernilai tinggi.

Hal ini terjadi karena preanger stelsel hanya diterapkan di daerah Parahyangan, sedangkan cultuurstelsel dilakukan di seluruh wilayah jajahan Hindia Belanda. Kondisi geografis yang berbeda ini menyebabkan persebaran flora dan fauna yang berbeda pula, sehingga komoditas unggulannya pun berbeda.

Perbedaan yang kedua adalah pelibatan para bangsawan dan tuan tanah. Pada preanger stelsel, tuan tanah dan bangsawan dilibatkan secara langsung untuk memimpin dan mengatur produksi komoditas kopi.

Sedangkan, dalam cultuurstelsel para tuan tanah dan bupati tidak diikutsertakan. Disini, semua aktivitas produksi dan penjualan dikontrol oleh pejabat kolonial Belanda.

Iqbal Hakim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *