Pelayaran Hongi: Pengertian, Latar Belakang, Tujuan, dan Akibatnya

Diposting pada

Pelayaran Hongi adalah salah satu strategi Belanda pada masa kolonial untuk memonopoli dan menguasai perdagangan rempah-rempah di kawasan Hindia Belanda.

Seperti yang kita ketahui Belanda adalah salah satu kekuatan barat yang paling lama menjajah Indonesia. Namun, tidak banyak yang tahu mengenai aktivitas pelayaran hongi yang dilakukan Belanda di Indonesia bagian timur.

Padahal, kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan penting yang mampu mengamankan posisi monopoli Belanda pada perdagangan rempah-rempah Asia.

Pada artikel ini, kita akan coba membahas mengenai apa itu sebenarnya pelayaran hongi, latar belakang dan tujuan diterapkannya kebijakan ini, serta dampak dari pelayaran ini terhadap rakyat Indonesia dan Belanda.

Apa itu Pelayaran Hongi

Pelayaran hongi adalah sebuah ekspedisi pelayaran yang dilakukan pihak Belanda untuk mengontrol produksi rempah-rempah di Nusantara. Fokus dari aktivitas pelayaran ini adalah Indonesia bagian Timur, terutama di daerah Maluku, Ambon, Ternate-Tidore, dan Pulau Seram.

Kebijakan yang kerap disebut sebagai Hongi-Tochten ini berupaya untuk mengontrol dan meregulasi siapa saja yang dapat menanam dan menjual rempah. Hal ini berguna untuk memperkuat monopoli Belanda pada perdagangan rempah-rempah.

Karena Indonesia bagian Timur terdiri dari banyak kepulauan-keplulauan kecil, maka aktivitas pengontrolan ini tidak bisa dilakukan dari darat, tetapi harus lewat laut.

Patroli Kapal Kora-Kora

Kapal Kora Kora yang digunakan dalam Pelayaran Hongi

Pelayaran Hongi dilaksanakan dengan menggunakan perahu Kora-Kora yang dilengkapi dengan marinir dan meriam lengkap. Selain itu, satu kapal juga dilengkapi dengan pendayung yang mencapai 200 orang untuk memastikan pergerakan di perairan yang cepat.

Kapal ini disediakan oleh penguasa-penguasa daerah di Maluku, terutama dari Ambon yang sudah berkerjasama dengan Belanda. Di lain pihak, Belanda memberikan makanan dan suplai bagi para pendayung dan pasukan Hongi ini.

Dengan jumlah pendayung yang banyak serta konstruksi yang kokoh, kapal ini mampu melakukan patroli dengan cepat di perairan dangkal laut Banda.

 

Hak Ekstirpasi Belanda

Ilustrasi Ekstirpasi yang berupa penghancuran perkebunan lokal

Ekstirpasi adalah pembakaran dan penghancuran tanaman-tanaman cengkeh dan pala yang ada di kepulauan Maluku untuk menjaga angka produksi rempah tersebut. Kontrol jumlah produksi ini penting untuk menjaga agar harga rempah tetap tinggi di pasar Internasional.

Kebijakan ekstirpasi ini dapat dilaksanakan dengan 2 metode yaitu metode kooperatif dari para penguasa daerah dan metode paksa dari pihak Belanda dan VoC.

Metode kooperatif ini dilakukan dengan cara membangun perjanjian-perjanjian dagang dengan para penguasa dan bangsawan daerah. Bangsawan tersebut berperan mengontrol pertanian cengkeh dan pala serta menghancurkan pertanian apapun yang tidak memiliki izin dari Belanda.

Metode paksa juga dilakukan oleh pihak Belanda dengan cara patroli menggunakan kapal kora-kora yang dilengkapi meriam. Disini, mereka bertujuan untuk mengecek apakah ada petani yang belum patuh terhadap kebijakan Belanda, jika ada maka lahan petani tersebut akan dibakar dan disita oleh Belanda.

 

Latar Belakang Pelayaran Hongi

Pelayaran Hongi berawal dari keinginan Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah

Seperti yang sudah kita ketahui, cengkeh dan pala merupakan salah satu rempah dengan nilai jual tertinggi di pasar Eropa. Oleh karena itu, Jan Pieterzoon Coen mengirimkan tentara dari Batavia ke Banda untuk menguasai pusat produksi cengkeh disana.

Akhirnya, setelah proses politis dan militer yang cukup panjang, VOC berhasil menjalin hubungan dagang dan melebarkan kekuasaannya kepada para sultan-sultan disini.

Saat ini, Belanda sudah menjadi satu-satunya monopoli perdagangan rempah di daerah Maluku. Bahkan, pedagang-pedangang Inggris yang mencoba berdagang di daerah ini dibunuh oleh serdadu VOC.

Namun, pada tahun 1650, sebuah revolusi terjadi di Ternate melawan sultan yang pro-Belanda yaitu sultan Mandar Syah.

Gubernur VoC saat itu Arnold de Vlaming van Outshoorn berhasil menghancurkan perlawanan ini dengan kampanye militer selama 5 tahun. Kampanye militer ini dikenal sebagai perang besar Ambon (1651-1656).

Akhirnya, para sultan di Ternate mengakui kekuasaan VoC dan Belanda atas kepulauan maluku. Sekarang, VoC memiliki kekuasaan penuh terhadap perdagangan dan produksi rempah-rempah di Maluku.

Kebijakan pertama yang diambil adalah untuk melarang semua perkebunan cengkeh yang terletak diluar Ambon. Oleh karena itu, semua perkebunan cengkeh selain yang sudah diakui oleh Belanda dibakar dan dihancurkan.

Selain itu, perjanjian pun dibuat antara VOC dengan sultan Ternate yang setuju untuk menghancurkan perkebunan-perkebunan cengkeh di daerahnya dengan imbal balik dari VOC berupa bantuan serta pembayaran tahunan dari Belanda.

Sekarang, produksi cengkeh sepenuhnya berada pada penduduk desa Ambon yang harus menjual kepada VOC melewati para tetua desa dan bangsawan lokal.

Untuk memperkuat posisi monopoli ini, Belanda melakukan patroli rutin yang kerap disebut sebagai Hongi-Tochten atau pelayaran Hongi. Kata Hongi sendiri berasal dari bahasa ternate yang artinya adalah armada.

Tujuan utama dari pelayaran-pelayaran ini adalah untuk memperkuat posisi monopoli Belanda di Maluku dan menghalangi pedagang-pedagang lain untuk mengakses cengkeh dan pala yang ada di kepulauan tersebut.

 

Tujuan Diberlakukannya Pelayaran Hongi

Brown Sailing Boat on the Sea during Sunset

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, tujuan utama dari pelayaran hongi adalah untuk mengukuhkan monopoli rempah yang dimiliki oleh Belanda. Monopoli ini meliputi hak produksi, hak membeli, dan hak menjual yang murni dimiliki oleh Belanda.

Jika kita pecah menjadi beberapa poin, maka alasan Belanda menerapkan kebijakan ini antara lain adalah

  • Memonopoli perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara yang pusat produksinya adalah di Maluku
  • Menjaga dan mengawasi siapa saja yang boleh menanam tanaman rempah di Maluku serta apakah mereka sudah memiliki izin menanam dari Belanda
  • Mengontrol dengan ketat jumlah rempah yang diproduksi oleh para petani pribumi
  • Mengawasi jalur perdagangan rempah di Maluku dan Indonesia bagian Timur. Hal ini penting karena terdapat pedagang Spanyol, Inggris, dan Portugis yang beroperasi juga di daerah ini. Kebijakan VOC saat itu adalah, hanya mereka yang dapat membeli rempah yang diproduksi di maluku
  • Menertibkan para petani agar melakukan praktik penanaman dan penjualan rempah yang sesuai dengan kebijakan Belanda

Secara umum, semuanya bertujuan untuk mempertahankan monopoli perdagangan rempah-rempah yang dimiliki Belanda dan VoC di wilayah Hindia Belanda.

Tujuan tujuan ini secara umum berhasil tercapai. Saat itu, tidak ada lagi kekuatan barat yang mampu menguasai perdagangan cengkeh dan pala di Indonesia. Selain itu, pedagang-pedagang Inggris dan Spanyol juga berhasil dihalau oleh pasukan VOC dengan pelayaran Hongi ini.

 

Akibat dari Pelayaran Hongi

Bestand:The East Indiaman General Goddard capturing Dutch East Indiamen, June 1795, by Thomas Luny.jpg

Secara umum, pelayaran Hongi memiliki dampak yang beragam, baik bagi masyarakat Indonesia maupun bagi Belanda dan VoC. Disini, kita akan mencoba membahas akibat ini dari 2 sudut pandang yang berbeda.

Dampak Pelayaran Hongi Terhadap Penduduk Indonesia

Pelayaran Hongi memiliki dampak yang pada umumnya negatif bagi penduduk Maluku pada saat itu. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat dengan bebas menanam tanaman cengkeh dan pala yang menjadi komoditas unggulan.

Selain itu, mereka juga harus tunduk terhadap kebijakan-kebijakan perdagangan Belanda yang ditetapkan secara searah. Banyak lahan-lahan petani cengkeh yang dihancurkan untuk menjaga agar tidak terjadi kelebihan produksi rempah-rempah ini di pasar Internasional.

Selain itu, aktivitas ini juga membuat Belanda semakin berkuasa di Indonesia karena mereka semakin kaya dan memiliki banyak sumber daya. Oleh karena itu, akan lebih sulit untuk melawan penjajahan Belanda kedepannya.

Meskipun begitu, terdapat pula dampak positif dari kebijakan ini terhadap penduduk Maluku yaitu munculnya rasa solidaritas dan semangat melawan penjajahan. Hal ini terjadi karena masyarakat merasakan penderitaan dari kebijakan-kebijakan Belanda yang satu arah dan menekan.

Selain itu, masyarakat dan penguasa daerah Maluku juga semakin terbuka terhadap perdagangan Internasional antar negara yang sedang berkembang saat itu. Meskipun begitu, mereka tetap tidak dapat melakukan apapun untuk memanfaatkan perdagangan tersebut.

 

Dampak Pelayaran Hongi Terhadap Belanda dan VoC

Kebijakan Hongi Tochten memiliki dampak yang sangat positif terhadap perekonomian Belanda dan kondisi keuangan dari Veerenigde Oost Indische Compagnie (VoC).

Hal ini terjadi karena Belanda mampu menguasai perdagangan rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang hanya dapat ditemukan di Maluku.

Keuntungan dari monopoli cengkeh dan pala ini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Belanda sehingga menjadi salah satu negara paling kaya di zamannya.

Oleh karena itu, kebijakan ini sukses dalam mewujudkan tujuan Belanda untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari daerah jajahannya di Hindia Belanda.

Dengan adanya dorongan keuntungan ini, VoC juga mampu untuk menyewa lebih banyak tentara kolonial. Tentara-tentara ini nantinya akan ditugaskan untuk menjaga dan memperluas wilayah jajahannya di Hindia Belanda.

 

Referensi

Hongi-Tochten – DeVOCsite

Iqbal Hakim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *